Friday, August 02, 2013

Fair and Early

sebuah cerita karya Ferly Arvidia
                 

            Perkenalkan nama aku Kinara Az Zahra Putri. Biasanya aku dipanggil Nara oleh orang-orang di sekitarku. Aku masih duduk di bangku kelas 8 SMP. Aku adalah anak tunggal dari pasangan Hasan Kurniawan dan Amanda Putri Gisella. Dahulu aku hidup bahagia, keluargaku sangat harmonis. Mama, papa, mereka berdua sangat baik. Mereka sangat sayang terhadapku. Senang rasanya ketika masih bisa merasakan kasih sayang kedua orang tua. Tapi sekarang, semua kebahagiaan itu telah lenyap dimakan waktu.

         Sejak kejadian itu. Dimana ketika itu, kami akan berlibur ke pantai. Ketika papa akan menyalip, ternyata dari arah berlawanan ada truk berkecepatan tinggi. Dan tabrakan pun tidak dapat terhindarkan. Mobil kami terseret beberapa meter ke arah lawan. Setelah truk berhenti, mobil kami telah penyok. Dan banyak orang berkerumun berniat untuk menolong kami. Berhasil. Aku dan mama terselamatkan. Tapi, ternyata nyawa papa tak bisa terselamatkan. Kepalanya terbentur kaca mobil hingga papa kehilangan banyak darah. Mama dan aku hanya luka-luka sedikit, tidak terlalu parah.



            Dan sekarang, satu tahun setelah kejadian itu. Mama sudah menikah dengan ayah. Papa tiriku. Aku yakin, pasti ayah juga baik dan sayang terhadapku seperti kasih sayang yang diberikan oleh papa waktu lalu. Sekarang aku juga tidak menjadi anak tunggal lagi. Aku sudah memiliki kakak baru. Dia kelas 11 SMA, tiga tahun lebih tua dariku. Dia bernama kak Refica Ananda Salsabila. Dia biasa dipanggil kak Fica. Dia cantik dan manis, walaupun tidak terlalu pintar, tetapi kak Fica sangat terkenal di sekolah karena kecantikannya.
            “Praaang…” terdengar suara piring pecah dari lantai bawah. Sementara saat itu aku sedang berdandan di kamarku di lantai atas. Aku pun langsung turun ke bawah melihat apa yang sedang terjadi. Dan hendak menolongnya. Tapi …
            “Suara apa itu? Mama tidak ingin mendengar kalau piring kesayangan mama yang pecah.” Teriak mama dari ruang makan.
            “Iya Ma, memang benar piring kesayangan mama yang dipecahkan sama Nara.” Tiba-tiba kak Fica seenaknya menuduhku. Padahal aku sudah berusaha membantunya membersihkan pecahan piring itu.
            “Apa benar Nara, kamu yang memecahkan piring mama?”
            “Enggak Ma, enggak. Beneran Ma, aku jujur. Aku enggak mecahin piring mama. Yang mecahin piring mama itu …” belum selesai bicara, kak Fica malah memotong pembicaranku.
            “Bohong Ma, Nara anak mama-lah yang sudah memecahkan piring mama. Nara! Jujur dong sama mama. Anak kecil udah berani bohong. Itu enggak baik tau!” bentak kak Fica membantahku. Padahal dia sendiri yang sudah berbohong. Gitu pake nuduh-nuduh aku  segala. Karena aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Akhirnya aku pun menangis. Ternyata mama lebih membela kak Fica, ketimbang aku anak kandungnya sendiri. Dan aku dihukum enggak boleh berangkat sekolah jika pecahan piringnya belum bersih. Aku pun bergegas membersihkannya dan cepat-cepat berangkat sekolah. Mau tidak mau aku harus mengayuh sepedaku dengan cepat. Agar tidak terlambat. Bel masuk akan berbunyi ketika pukul setengah delapan. Sedangkan sekarang sudah pukul tujuh lebih lima belas menit. Tidak seperti kak Fica yang berangkat maupun pulang sekolah selalu diantar mama naik mobil.
            “Teett.. Teeettt…” Alhamdulillah, Allah masih sayang terhadapku, bel masuk berbunyi ketika tepat saat aku memasuki ruang kelas. Akhirnya aku pun bisa bernafas lega.
            “Hai Nara! Kok tumben datang tepat waktu. Biasanya satu jam sebelum pelajaran dimulai kamu udah datang.” Sapa Dita, teman sebangkuku sekaligus sahabatku dengan heran.
            “Hehehe. Gak papa kok, cuma tadi pagi aku bangun kesiangan.”
            “Oh, kirain kamu habis adu mulut lagi sama kakak barumu itu.”
            “Ah, enggak kok.”
            Miss Arlene memasuki kelas. Beliau adalah wali kelas kami. Sekaligus guru Fisika kami. Beliau sering mengingatkan kami di kala kami gelisah. Kata beliau, “Hidup itu tidak selamanya indah. Hidup itu bergelombang. Ada kalanya kita berada di atas di saat bahagia. Ada kalanya juga kita berada di bawah di saat kita terinjak. Kebahagiaan akan datang pada waktunya.” Kami sangat senang bisa mengenal orang, semulia miss Arlene.
            “Good morning, Miss!” kami serentak memberi salam untuk miss Arlene.
            “Good morning, Student! Sit down!” Miss Arlene menjawab salam kami.
            “Buka buku pekerjaan rumah kalian. Akan kita bahas bersama. Adakah yang belum mengerjakan?”
            “Saya belum mengerjakan, Miss!” Rico mengacungkan tangan.
            “KEBIASAAN” kami sekelas serentak menertawakan Rico, anak yang paling malas di kelas.
            Tidak terasa jam pelajaran telah usai. Saatnya pulang. Semoga semua kan baik-baik saja. Dan semoga kak Fica enggak buat ulah lagi. Amienn ya Allah …
            “Assalamu’alaikum. Nara pulang!”
            “Wa’alaikumsalam. Nara, sudah pulang. Cepat ganti baju dan makan siang sama mama.” Mama menjawab salamku. Alhamdulillah mama udah baik, dan udah gak marah sama aku.
            “Iya Ma, Siap! Hehehe.”
            Di ruang makan.
            “Nara sayang, kamu jangan mengulangi perbuatan burukmu tadi pagi lagi, ya! Mama enggak suka kamu bertingkah ceroboh.”
            “Iya Ma. Maafin Nara, ya! Nara janji sama mama gak akan mengulangi itu lagi.”
            “Bagus deh, kalau gitu. Ayo cepat makan!”
            “Eh, iya Ma. Kak Fica mana Ma? Tumben jam segini kok belum datang.”
            “Enggak tau ya, biasanya jam 3 seperti ini, kakakmu itu udah datang.”
            Sesudah makan, aku masuk kamar. Tiba-tiba …
            “Braaakk…”
            “Eh, kakak udah datang? Kakak kenapa, kok mukanya ditekuk begitu?”
            “Udah deh, Nara. Ngapain kamu sok baik di hadapan aku gitu? Gak usah sok baik deh, paling-paling kamu niatnya cuma nyengsarain aku aja. Sana masuk kamarmu! Aku capek, mau istirahat.”
            “Terserah kakak deh, mau bilang apa. Oh ya kak, kalau lapar kakak bisa makan. Tadi udah dibuatin mama, ayam goreng spesial buat kakak katanya.”
            ”Iya-iya, udah deh sana pergi!”

---SKIP TIME---

            Satu tahun sudah, aku hidup dengan keluarga baruku. Bersama kak Fica, ayah, tentu saja mama. Tidak seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Ternyata ayah dan kakak enggak sayang sama aku. Mama juga sama halnya. Sudah satu tahun ini, aku selalu difitnah sama kakak, ayah dan mama juga selalu marah sama aku. Mama dan ayah selalu saja membela kakak. Padahal jelas-jelas kakak yang salah. Dan sekarang aku diusir dari rumah, aku tak tahu harus pergi kemana. Aku tersesat. Mengapa mereka begitu kejamnya terhadapku? Salahkah apa aku pada mereka? Yang harus aku kunjungi saat ini adalah makam papaku. Aku ingat jalannya, tidak jauh dari tempatku sekarang berdiri. Aku yakin tinggal jalan lurus ke depan dan belok ke kiri. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga tempat pemakamannya. Aku langsung membacakan doa untuk papa, dan menceritakan semua yang ku alami semenjak papa tiada. Meskipun seperti orang gila karena bicara-bicara sendiri. Yang penting aku sudah lumayan lega, telah menceritakan semua keluhanku pada papa. Yah, meskipun juga gak ada gunanya.
            Pulang dari makam, tak tahu mengapa tiba-tiba kepalaku pusing berat. Dan yang aku dengar saat itu hanyalah,
            “Braaaakk… Astaghfirullah, suara apa itu. Dan …” aku mendengar suara tabrakan dan suara banyak warga mendekatiku. Dan tiba-tiba saja semuanya jadi gelap.
            Aku berkedip dan terlihat seberkas cahaya putih yang menyilaukan mata. Aku berada di ruangan yang sangat asing bagiku. Ber-cat putih dan aromanya seperti aroma khas obat-obatan. Ketika aku tidak sengaja menggerakkan kepala, aku pun mengernyit karena perih. Dan yang kurasakan ada perban yang membalut dahiku.
            “Alhamdulillah, kamu sudah sadar nak. Maafkan mama ya, karena selama ini mama sudah terlalu kejam sama kamu. Sekarang mama telah menyesal. Mama sudah tahu, apa itu arti kasih sayang antara anak dengan ibunya dan juga sebaliknya. Maafin mama ya! semenjak papa tiada, mama tak pernah memberikan kasih sayang terhadapmu nak. Sekali lagi maafkan mama, ya nak!” terdengar suara mama minta maaf padaku sambil menangis sesenggukan.
            “Iya ma, Nara sudah memaafkan mama sebelum mama meminta maaf padaku, kok. Mama tahu? Sebenarnya aku ini sangat sayang sama mama, sama almarhum papa, dan juga sama ayah dan kakak. Aku juga minta maaf sama mama, ya! Karena sudah menyusahkan mama selama ini.”
            “Gak perlu minta maaf, nak. Karena kamu gak pernah melakukan kesalahan sama mama. Dan mama juga baru tahu, bahwa sebenarnya yang melakukan semua kesalahan itu adalah…”
            “Aku. Iya aku, Nara. Kakakmu yang jahat ini. Maafkan kakak ya, Nara! Kakak janji gak akan memfitnah kamu lagi. Aku sudah menyesal, Ra. Sekarang aku sadar, bahwa kejujuran itu sangat dibutuhkan dalam hidup. Tanpa kejujuran hidup akan sengsara. Dan satu-satunya kunci kehidupan adalah SELALU BERKATA JUJUR. Maafkan aku juga yah, ma! Selama ini aku hanya menyusahkan, menyusahkan, dan menyusahkan kalian saja. Sekarang kakak sudah taubat karena Allah. Kakak ingin memiliki hati semulia dirimu Nara. Kakak sayang padamu!” ucap kak Fica tiba-tiba.
            “Iya kak, aku juga sudah memaafkan kakak dari awal kok. Gak papa.”
            “Nara sayang, ayah juga minta maaf ya! Selama ini ayah hanya membela kakakmu terus. Ayah juga gak pernah percaya sama kamu. Sekarang ayah juga baru sadar, bahwa kasih sayang dari orang tua ke anak-anaknya itulah yang sangat penting. Sekali lagi, ayah minta maaf ya!” ucap ayah tak mau kalah untuk meminta maaf padaku.
            “Iya yah, Nara juga sudah memaafkan ayah kok. Terima kasih Mama, Ayah dan Kakak yang sudah mau menyadari semuanya. Aku sangat sayang sama kalian. Aku ingin kalian tetap bersatu. Dan selalu kenanglah aku di sisi kalian. Selamat tinggal.” Aku pun senang dan lega bisa mengucapkan itu semua. Sekarang aku telah pergi meninggalkan dunia dan orang-orang yang kucintai untuk selamanya. Aku ingin sekali bertemu dengan papa. Dan sekarang aku juga sadar. Bahwa kejujuran dan kasih sayang selalu dibutuhkan selama kita hidup. Karena itulah satu-satunya kunci untuk menaklukkan dunia. Kinara Az Zahra Putri.

0 comments:

Post a Comment